Kabarsahabat.com – Bersiaplah, aktivitas digital Anda akan makin diawasi. Pemerintah tengah merancang kebijakan baru untuk memperluas basis pajak dengan menyasar dunia digital, termasuk media sosial.
Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, mengungkapkan bahwa pemanfaatan data digital dan media sosial menjadi salah satu strategi untuk menggali potensi penerimaan negara di tahun 2026.
“Kami menggali potensi pajak itu melalui data analitik maupun media sosial,” ujar Anggito pada Selasa, 15 Juli 2025.
Langkah ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, yang mewajibkan platform perdagangan elektronik (e-commerce) atau marketplace menjadi pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi jual beli secara digital.
Pemerintah menilai bahwa transformasi digital yang pesat, baik di dalam negeri maupun lintas negara, harus diimbangi dengan regulasi perpajakan yang adaptif. Oleh karena itu, sistem perpajakan berbasis transaksi digital mulai diterapkan tahun ini dan akan diperkuat pada 2026.
Namun tak hanya pajak digital yang disiapkan.
Pemerintah juga sedang mempertimbangkan sejumlah kebijakan fiskal lainnya, antara lain:
Cukai untuk produk pangan olahan bernatrium (P2OB)
Penguatan regulasi perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Perbaikan sistem ekspor-impor dan logistik
Seluruh program ini dirancang untuk mendukung optimalisasi penerimaan negara di tahun depan, dengan alokasi anggaran sebesar Rp1,99 triliun dari total pagu usulan Rp52,01 triliun milik Kementerian Keuangan.
Namun, dari total alokasi tersebut, baru tersedia Rp1,63 triliun. Pemerintah mengusulkan tambahan Rp366,42 miliar guna memastikan program-program strategis ini dapat direalisasikan sepenuhnya.
“Kami ingin memastikan semua rencana ini berjalan, agar penerimaan negara bisa optimal dan berkelanjutan,” tegas Anggito.(*)






